'ASHIM BIN TSABIT
"Siapa yang hendak berperang, berperanglah seperti
'Ashim bin Tsabit!" (Sabda Rasul SAW)
Kaum Quraisy keluar semuanya, bath sayyid (bangsawan)
maupun 'abid (hamba sahaya) untuk memerangi Muhammad bin 'Abdullah di Uhud.
Kedenglcian dan nafsu hendak membunuhnya di Badar masih membakar darah mereka.
Tidak saja kaum pria, bahkan wanita-wanita bangsawan Quraisy pun turut pula ke
Uhud untuk menggelorakan semangat perang pahlawan mereka dan memperkuat tekad
mereka bila ternyata kendor atau melempem.
Di antara para wanita itu terdapat: Hindun
bind 'Utbah isteri Abu Sufyan bin Harb, Raithah binti Munabbih isteri
'Amr bin 'Ash, Sulafah binti Saad beserta suaminya T'halhah dan tiga
orang anak laki-lakinya: Musafi', Julas, dan Kilab, serta banyak
lagi wanita-wanita
Ketika
pasulcan-pasukan Islam dan musyrikin telah berhadap-hadapan di Uhud, dan api
peperangan telah menyala, Hindun bin 'Utbah dan beberapa wanita lain berdiri
di belakang pasukan pria. Para wanita ini memegang rebana, dan memukulnya
sambil menyanyikan lagu perang. Antara lain berbunyi :
Tempurlah musuh-musuhmu...
Kami akan bentangkan hamparan untukmu...
Jangan mundur berserakan...
Mundur, sungguh tidak terpuji.
Lagu-lagu mereka membakar semangat
prajurit berkuda. Dan membuat para suami seperti kena sihir.
Kemudian pertempuran usai. Kaum Quraisy mencatat kemenangan
untuk mereka dalam peperangan tersebut. Para wanita Quraisy berlompatan, berlari-lari
ke tengah-tengah lapangan pertempuran mabok kemenangan. Mereka menyiksa dan
merusak mayat-mayat kaum muslimin yang tewas dalam pertempuran dengan cara yang
sangat keji. Perut mayat-mayat itu mereka belah, matanya mereka congkel,
telinga dan hidungnya mereka potong.
Bahkan seorang di antara mereka tidak puas dengan cara
begitu saja. Hidung dan telinga mayat-mayat itu dibuatnya menjadi kalung, lalu
dipakainya untuk membalaskan dendam bapak, saudara dan pamannya yang terbunuh
di Badar.
Sulafah binti Sa'ad lain pula gayanya. Dia tidak seperti
wanita lain. Hatinya goncang dan gelisah menunggu kemunculan suami dan tiga
orang anaknya. Dia berdiri bersama-sama kawan-kawannya yang sedang dimabuk
kemenangan. Setelah lama menunggu dengan sia-sia, akhirnya dia masuk ke arena
pertempuran, sampai jauh ke dalam. Diperiksanya satu persatu wajah mayat-mayat
yang bergelimpangan. Tiba-tiba didapatkannya mayat suaminya ter-baring hampa
berlumuran darah. Dia melompati bagaikan
singa
betina ketakutan. Kemudian ditujukannya pandangan ke segala arah mencari
anak-anaknya: Musafi', Kilab dan Julas. Tidak berapa lama dia mencari ke
segenap lapangan, didapatinya Musafi' dan Kilab telah tewas keduaduanya.
Tetapi Julas masih hidup dengan sisa nafasnya.
Sulafah memeluk tubuh anaknya yang
setengah se-karat. Kemudian diletakkannya kepala anak itu ke pahanya.
Dibersihkannya darah dari kening dan mulut anak itu. Air matanya kering karena
pukulan berat yang sangat menggoncangkan hatinya.
Kemudian ditatapnya wajah anaknya seraya bertanya,
"Siapa lawan yang menjatuhkan kamu, nak? Siapa,..?"
Anaknya hendak menjawab, tetapi nafas sakaratnya tidak
mengizinkan. Sulafah bertanya terus menerus, "Siapa, nak...? Siapa lawan
yang menjatuhkan kamu, nak...? Siapa...?"
Akhirnya Julas menjawab juga dengan
suara terputusputus, '"A... shim... bin... Tsa... bit! Dia... pula yang
me... mukul rubuh abang Musaf dan...."
Belum habis dia berbicara, nafasnya sudah tiada.
Sulafah binti Sa'ad bagaikan gila. Dia menangis dan meraung
sekeras-kerasnya. Dia bersumpah dengan Lata dan 'Uzza, tidak akan makan-makan
dan menghapus air mata, kecuali bila orang Quraisy membalaskan dendamnya
terhadap 'Ashim bin Tsabit, dan memberikan batok kepala 'Ashim kepadanya untuk
dijadikannya mangkok tempat minum khamar. Kemudian dia berjanji bagi orangorang
dapat menyerahkan 'Ashim kepadanya hidup atau mati, hadiah uang (harta)
sebanyak dimintanya.
Janji
Sulafah itu tersiar cepat di seluruh Quraisy. Setiap pemuda Makkah berharap
agar mereka dapat memenangkan lomba itu dan membawa 'Ashim ke hadapan Sulafah,
untuk memperoleh hadiah besar yang dijanjikannya.
Seusai perang Uhud, kaum muslimin kembali ke Madinah.
Mereka memperkatakan pertempuran yang baru mereka alami. Sama-sama
memperlihatkan rasa sedih atas pahlawan-pahlawan yang syahid, memuji keberanian
orangorang yang luka dan sebagainya. Mereka pun tidak ketinggalan
menyebut-nyebut nama 'Ashim bin Tsabit yang dikatakan sebagai pahlawan gagah
tak terkalahkan. Mereka kagum, bagaimana 'Ashim mampu merubuhkan tiga bersaudara
sekaligus.
Seorang di antaranya berkata, "Itu
soal yang tak perlu diherankan. Bukankah Rasulullah pernah mengingatkan ketika
beliau bertanya beberapa sa'at sebelum berkobar perang Badar, "Bagaimana
caranya kamu berperang?" Lalu 'Ashim bin Tsabit tampil dengan busur panah
di tangan. Katanya, "Jika musuh berada di hadapanku seratus hasta, aku
panah dia. Apabila musuh mendekat dalam jarak tikaman lambing, aku bertanding
dengan lambing sampai patah. Jika lembingku patah, kuhunus pedang, lalu aku
main pedang." Maka bersabda Rasulullah, "Nah! Begitulah berperang.
Siapa yang hendak berperang, berperanglah seperti 'Ashim!"
Tidak
berapa lama sesudah perang Uhud, Rasulullah memilih enam orang sahabat yang
mulia untuk melaksanakan suatu tugas panting, dan beliau mengangkat 'Ashim bin
Tsabit sebagai kepala. Orang-orang terpilih ini berangkat melaksanakan tugas
yang dibebankan Rasulullah kepada mereka. Di tengah jalan, tidak jauh dari
Makkah, sekelompok kaum Hudzail melihat kedatangan mereka. Kelompok itu segera
mengepung mereka dengan ketat. 'Ashim dan kawan-kawan dengan sigap menyambar
pedang masing-masing, dan siap siaga menghadapi segala kemungkinan.
Kata orang-orang Hudzail, "Kahan tidak akan berdaya
melawan kami. Demi Allah! Kami tidak akan berlaku jahat terhadap kalian jika
kalian menyerah. Kahan boleh mempercayai sumpah kami dengan nama Allah."
Para sahabat Rasulullah berpandangan satu sama lain
seolah-olah bermusyawarah, sikap apa yang harus diambil. 'Ashim menoleh kepada kawan-kawannya
seraya berkata, "Aku tidak dapat memegang janji orang-orang musyrik
itu!" Kemudian diingatkannya sumpah Sulafah untuk menangkapnya. Lalu
dihunusnya pedangnya sambil mendo'a, "Wahai Allah! Aku memelihara agama
Engkau dan bertempur karenanya. Maka lindungilah daging dan tulangku, jangan
dibiarkan seorang juapun musuh-musuh Allah menjamah.
Kemudian diserangnya orang-orang
Hudzail, diikuti oleh dua orang kawannya. Mereka bertiga bertempur matimatian,
sehingga akhirnya rubuh dan tewas satu persatu. Sedangkan kawan-kawan 'Ashim
yang bertiga lagi menyerah sebagai tawanan. Sebentar kemudian, mereka pun
dikhianati oleh kaum Hudzail yang tidak memenuhi janji mereka.
Pada
mulanya kaum Hudzail tidak mengetahui bahwa salah seorang di antara korban
mereka adalah 'Ashim bin Tsabit. Tetapi setelah diketahuinya, mereka pun girang
bukan kepalang, karena membayangkan hadiah besar yang akan diperolehnya. Memang
tidak salah angan-angan mereka. Bukankah Sulafah telah bersumpah, jika dia berhasil
membunuh 'Ashim bin Tsabit, dia akan minum khamar di batok kepala 'Ashim?
Bukankah dia telah menjanjikan bagi siapa yang berhasil menyerahkan 'Ashim
kepadanya hidup atau mati akan diberinya hadiah berapa saja diminta?!
Hanya beberapa saat setelah kematian 'Ashim bin Tsabit dan
kawan-kawan, kaum Quraisy telah mencium beritanya. Karena kaum Hudzail tinggal
tidak jauh dari kota Makkah. Maka para pemimpin Quraisy segera mengirim utusan
kepada pembunuh 'Ashim, meminta kepala 'Ashim untuk menghilangkan dahaga
Sulafah binti Sa'ad, menyempurnakan sumpahnya, serta meringankan kesedihan
terhadap tiga orang anaknya yang tewas di tangan 'Ashim. Para pemimpin Quraisy
membekali utusan itu dengan jurnlah uang yang memadai, dan menyuruh agar
menyerahkan uang itu seluruhnya kepada kaum Hudzail dengan murah hati, demi
untuk mendapatkan kepala 'Ashim.
Kaum Hudzail pergi mencari mayat 'Ashim
untuk memisahkan kepalanya dari jasad. Tetapi alangkah 'ajaib, karena
tiba-tiba mereka dikejutkan sarang lebah dan gerombolan serangga menyerang
mereka dari segala arah. Ketika mereka hendak menghampiri tubuh 'Ashim yang
telah menjadi mayat, serangga-serangga itu terbang menyerang mereka,
menggigiti muka, mata dan kening. Bahkan seluruh tubuh mereka tidak ada yang
ketinggalan digigit serangga-serangga itu untuk mengusir mereka supaya tidak
mendekati jenazah 'Ashim.
Setelah mereka coba berulang-ulang
menghampiri mayat 'Ashim, mereka selalu gagal, akhirnya menyerah. Mereka
berkata sesamanya, "Biarkanlah dahuiu sampai malam. Biasanya bila hari
telah malam mereka terbang. Maka tinggallah mayat itu untuk kita."
Lalu mereka duduk menunggu sampai
malam.
Tetapi
setelah hari senja dan malam hampir tiba, langit tertutup oleh awan tebal
menghitam. Kilat dan petir sabung-menyabung. Hujan lebat turun bagai dicurahkan
dari langit. Belum pernah terjadi di sana hujan selebat itu semenjak mereka
tahu. Dengan cepat air mengalir dari tempat-tempat ketinggian mernenuhi
sungai-sungai dan menutup permukaan lembah. Banjir besar segera datang melanda
segala yang ada.
Setelah Subuh tiba, mereka bangkit kembali mencari tubuh
'Ashim di semua tempat. Tetapi usaha mereka siasia, bahkan mereka tidak
menemukan bekas-bekasnya. Rupanya banjir telah menghanyutkan jauh-jauh, dan
hilang tanpa diketahui ke mana perginya.
Allah
Ta'ala memperkenankan do'a 'Ashim bin Tsabit. Dia melindungi mayat 'Ashim yang
suci, jangan sampai dijamah cleh tangan-tangan kotor orang-orang musyrik. Dan
dia memelihara batok kepala 'Ashim yang mulia, agar tidak dijadikan tempat
minum khamar oleh mereka. Allah tidak memberi kesempatan bagi mereka.
0 comments:
Posting Komentar